Menutup tahun 2018, Jurusan Pendidikan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta (FIS UNY) selenggarakan kuliah dosen tamu (guest lecturer) dengan menghadirkan Dr. Mohd Hairy Ibrahim dari Universiti Pendidikan Sultan Idris (UPSI) Malaysia pada hari Jumat (14/12/2018). Kuliah dihadiri oleh ketua jurusan Pendidikan Geografi, dosen, mahasiswa S1 jurusan pendidikan geografi berbagai angkatan serta mahasiswa Pascasarjana Jurusan Pendidikan Geografi angkatan 2018. Kuliah membahas tentang dampak pulau panas perkotaan (Urban Heat Island effect) yang bertajuk “Urban Climate: What’s You Can Do to Reduce Heat Islands?”
Dr.Hairy Ibrahim pada kesempatan tersebut menjelaskan bahwa sebaran pulau panas perkotaan umumnya terjadi di negara-negara sedang berkembang. Secara umum, perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi di Yogyakarta dan kota-kota besar lainnya menjadi faktor utama penyebab terjadinya pulau panas perkotaan atau yang lebih dikenal urban heat islands (UHI). Pulau panas terbentuk saat sebagian besar vegetasi yang berada di wilayah perkotaan digantikan oleh aspal dan beton untuk jalan, tubuh air seperti kawasan perairan, embung, selokan maupun kolam-kolam mulai tergantikan oleh bangunan-bangunan tinggi dan permukiman. Permukaan tanah yang semestinya berperan untuk menyerap panas ketika tergantikan oleh aspal, semen, dan beton maka akan lebih banyak memantulkan panas sehingga menyebabkan kenaikan suhu secara luas dan signifikan di kawasan perkotaan. Hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi kualitas udara dan air, kesehatan manusia, dan penggunaan energi di kota tersebut.
Lebih lanjut Dr. Hairy Ibrahim mengatakan, UHI dapat berlangsung sepanjang tahun pada siang dan malam hari. Biasanya perbedaan temperatur yang paling mencolok antara perdesaan dan perkotaan terjadi sore hari yang cerah, pada jam-jam padat lalu lintas. Keberadaan tutupan lahan alami yang banyak tergantikan oleh bangunan, paving, dan jalanan menjadi penyebab terjadinya UHI. Selain itu, UHI juga dipicu oleh keberadaan bangunan-bangunan tinggi dan jalanan sempit di perkotaan yang menghalangi hembusan angin dan membuat panas terperangkap di kawasan tersebut lebih lama. Buangan karbon dari kawasan pabrik dan industri, dan asap kendaraan bermotor juga menyumbang panas di udara dan mempercepat kenaikan suhu yang memperluas keberadaan UHI. Akibatnya, berbagai dampak negatif saat ini mulai teridentifikasi dan dapat dirasakan luas oleh manusia. Penurunan kesehatan secara massal karena suhu panas harian mampu merusak organ hingga menyebabkan kematian, terutama pada populasi yang rentan seperti anak-anak.
Dosen UPSI Malaysia tersebut menambahkan, langkah yang tepat untuk mengurangi dan menekan dampak negatif dari pertumbuhan pulau-pulau panas di wilayah perkotaan di Indonesia sangat diperlukan. Salah satunya adalah upaya mendaur ulang berbagai macam sampah elektronik. Kolaborasi dengan CSR dari pelaku industri di Indonesia untuk mengadakan program-program yang berwawasan lingkungan perlu dimulai, dengan menginisiasi pengurangan penggunaan karbon di berbagai sektor.
“Di bidang pendidikan, mahasiswa pendidikan geografi sebagai calon pendidik wajib untuk memiliki sikap peduli lingkungan dan mengupayakan inovasi-inovasi pembelajaran yang sadar lingkungan. Mahasiswa dan dosen pendidikan geografi wajib menginisiasi dan melakukan implementasi yang ke sekolah terkait komitmen terhadap lingkungan dan pengurangan karbon secara berkala, sebab kesadaran melestarikan lingkungan merupakan kewajiban bersama yang mampu memberikan dampak yang lebih luas ketika dimulai dari sektor pendidikan” tutupnya (Eko)