Sekitar 27.500 spesies tumbuhan berbunga hidup di Indonesia dan ini mengindikasikan sebuah kawasan dengan biodiversitas sangat tinggi. Untuk keanekaragaman palem, Indonesia bahkan menempati urutan pertama di dunia, karena memiliki lebih dari 477 spesies dan 255 diantaranya endemik. Lebih dari setengan dari spesies (350) pohon penghasil kayu bernilai ekonomi penting terdapat di Indonesia dan 155 spesies diantaranya endemic Kalimantan. Demikian disampaikan Dr. Didik Widyatmoko, M.Sc., dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya – LIPI pada Seminar Nasional Biologi, Sabtu, 17/11/18 di FMIPA UNY.
Lebih lanjut dikatakan, selain itu terdapat sekitar 1300 spesies tumbuhan berkasiat obat. Bila biodervitas yang ada dilaut dimasukkan, Indonesia diperkirakan menjadi kawasan paling kaya didunia. Indonesia juga dikenal sebagai pusat biodervitas buah: 24 spesies mangga dari 35 spesies manga dunia, 37 spesies dan 3.600 varietas pisang dari 76 spesies pisang dunia. Demikian juga dengan tanaman manggis, durian, salak, dll.
Dari sekitar 369.000 spesies tumbuhan didunia, sekitar 10.000 sebenarnya dapat dimakan. Dari 10.000 spesies ini, baru 10 spesies yang menyediakan kalori dan protein tinggi kepada 60% penduduk dunia. Tumbuhan bernilai ekonomi tinggi yang menyediakan vitamin dan mineral tinggi baru sekitar 50 spesies. Di Indonesia terdapat lebih 104 jenis tumbuhan buah berpotensi tinggi dan belum dimanfaatkan secara optimal.
Untuk dapat mengelola sumberdaya hayati bagi kesejahteraan masyarakat dan mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia, maka diperlukan kapasitas dan kreativitas para ahli dan pemerhati dalam mengembangkan dan menerapkan iptek biologi. Para biologiawan, para praktisi biologi, pemerhati, serta para pihak terkait dalam pengembamngan bidang biologi merupakan bagian masyarakat Indonesia yang bertanggung jawab terhadap pengembangan dan pemanfaatan IPTEK bidang biologi dalam arti luas.
Sementara itu Dr. Slamet Suyant o dari FMIPA UNY menyampaikan bahwa ancaman terhadap biodiversitas dapat terjadi oleh beberapa faktor seperti perubahan habitat, eksploitasi, polusi, serta perubahan iklim. Perubahan habitat dapat terjadi karena factor alam dan manusia. Konversi hutan menjadi perkebunan sawit menyebabkan habitat berbagai flora dan fauna hilang. Ketika Flora hilang, maka fauna yang bergantung pada flora tersebut akan migrasi atau mati.
Pada bagian lain Slamet Suyanto menjelaskan bahwa selain dari Al Quran, nilai-nilai pendidikan karakter bisa dari banyak sumber seperti yang ada dalam biologi makhluk itu sendiri dan nilai-nilai kearifan lokal yang hidup di masyarakat. Di dalam biologi, hewan-hewan herbivore hanya memakan tumbuhan dan hewan carnivora hanya memakan daging. Mereka makan secukupnya. Berbeda dengan manusia yang memakan segala dan tetap mengambil dari alam meskipun sudah kenyang agar bias dijual, agar mendapat uang. Manusia sering menuruti keinginan bukan kebutuhan.
“Mengajarkan manusia untuk tidak mengambil makhluk hidup dari alam secara berlebih, menjaga alam dari polusi, dan menjaga biodervitas agar sustainable merupakan esensi dari pendidikan karakter biologi,” tambahnya. (witono)